Negosiasi Dagang AS-Indonesia Terhenti: Apa yang Sebenarnya Terjadi?
GeNews.co.id -Negosiasi dagang antara Amerika Serikat dan Indonesia saat ini menghadapi tantangan yang cukup serius. Setelah mencapai titik terang pada Juli 2025, pembicaraan yang sebelumnya dianggap menjanjikan kembali terhenti karena perbedaan pandangan di beberapa klausul penting. Pemerintah Indonesia menolak beberapa tuntutan AS yang dianggap berpotensi membatasi kelayakan ekonomi dan hubungan bisnis dengan negara lain, terutama Tiongkok dan Rusia.
Perwakilan dagang AS (USTR) Jamieson Greer mengadakan pertemuan virtual dengan Menteri Koordinator Bidang perekonomian Airlangga Hartato. Pertemuan ini diadakan pada hari kamis tanggal 11 Desember 2025. Acara pertemuan tersebut sudah di konfirmasi oleh Greersaat berada di Forum Atlantic Council pada hari rabu. Sumber: ekonomi.bisnis.com
Investasi China: Tulang Punggung Ekonomi Indonesia

Salah satu penghambat utama adalah klausul yang memberi kontrol berlebihan kepada AS atas hubungan dagang Indonesia dengan pihak ketiga. Misalnya, Washington ingin membatasi kerja sama Indonesia dalam pengembangan mineral kritis dan energi yang terkait dengan investasi dari Tiongkok. Indonesia menilai hal tersebut tidak sejalan dengan kebijakan kemandirian dan keinginan ekonomi negara.
Tak bisa dipungkiri, investasi dari China telah menjadi salah satu tulang punggung pertumbuhan industri domestik Indonesia, khususnya di sektor pengolahan logam seperti nikel dan bauksit. Dengan investasi yang melonjak hingga lebih dari US$35 miliar, kerja sama ini memberi peluang besar bagi pengembangan hilirisasi. Mengabaikan peran Tiongkok dapat membahayakan stabilitas ekonomi nasional dan pertumbuhan jangka panjang.
Risiko dan Dampak bagi Perekonomian Indonesia

Kegagalan mencapai kesepakatan dagang dengan AS bukan hanya masalah diplomasi, namun juga berpotensi menimbulkan dampak ekonomi yang nyata. Jika perjanjian dibatalkan, Indonesia bisa kehilangan akses pada tarif preferensial selama ini mendorong ekspor. Para ekonom memperkirakan kemungkinan defisit perdagangan yang lebih besar dan tekanan pada pertumbuhan ekonomi, yang tentu saja berdampak pada kesejahteraan masyarakat.


