“Kisah Dibalik Penutupan Gerai KFC dan Perubahan Besar di Dunia Kerja Tahun Ini”
Genews.co.id – Restoran cepat saji KFC di Indonesia menutup 20 gerainya dan juga mengurangi 1.041 karyawan di tahun 2025. Penutupan gerai ini sebagai bentuk strategi efisiensi untuk mengurangi risiko kerugian yang terus berlanjut. Hal ini juga menunjukkan tekanan berat yang dihadapi perusahaan di tengah kondisi pasar yang belum sepenuhnya bangkit dari kepulihan.
PT Fast Food Indonesia TBK (FAST.JK) melaporkan kerugian sebesar Rp 239,58 miliar pada kuartal ketiga tahun 2025. Meskipun tingkat pertumbuhan tahun ini 56,99% lebih tinggi dibandingkan tingkat pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar Rp 557,08 miliar. FAST.JK mengalami sedikit penurunan sebesar 0,76 persen, menjadi Rp 3,56 triliun dari Rp 3,59 triliun pada kuartal ketiga tahun 2024.
Penutupan Gerai dan Pengurangan Karyawan sebagai Langkah Strategis Mengurangi Kerugian

Wacjudi Martono, Direktur FAST, mengatakan bahwa penutupan gerai tersebut karena masa sewa dan kinerja gerai KFC tidak menunjukkan pemulihan sejak 2020. Menurut statistik yang ada, FAST mengoperasikan 695 restoran, turun dari 715 pada Desember 2024.
Menurut Martono, Perseroan terus fokus pada upaya peningkatan efisiensi operasional, optimalisasi rantai pasok, dan penguatan kinerja anak perusahaan; hal ini juga membantu pertumbuhan jangka panjang. Jumlah anggota FAST juga mengalami penurunan dari 13.106 pada Agustus 2024 menjadi 12.065 pada September 2025. Perseroan tengah melakukan konsolidasi beberapa gudang di Jakarta sebagai upaya efisiensi struktural.
Kinerja Keuangan dan Upaya Restrukturisasi untuk Mendukung Pertumbuhan Jangka Panjang

FAST yang telah mengalami kerugian sejak tahun 2020, akan mencapai titik terendah barunya pada tahun 2024, dengan total kerugian sebesar Rp 798 miliar. Berbagai tantangan bisnis dihadapi, mulai dari pandemi hingga pasar modal pada tahun 2023-2024. Yang pada akhirnya akan menurunkan daya beli masyarakat Indonesia.
FAST melakukan penambahan modal melalui penempatan terbatas senilai Rp 80 miliar, menerbitkan 533,33 juta lembar saham baru atau harga Rp 150 per lembar saham. Dana tersebut juga akan digunakan untuk membayar sewa. Selain itu untuk asuransi pertanggungjawaban (Rp 52 juta), dan biaya operasional untuk efisiensi karyawan (Rp 28 juta).


