Hasina Dijatuhi Hukuman Mati, Eks PM Bangladesh
GeNews.co.id – Sheikh Hasina, mantan Perdana Menteri Bangladesh berusia 78 tahun. Telah dijatuhi hukuman mati secara in absentia pada Senin (17/11/2025). hal ini terkait tindakan keras terhadap aksi mahasiswa tahun lalu.
Menurut laporan Reuters, pengadilan di Dhaka menyatakan Hasina bersalah karena memerintahkan aparat menggunakan kekuatan mematikan untuk membubarkan demonstrasi. Dari pengasingannya di India, Hasina menolak seluruh dakwaan dan menyebut keputusan tersebut sarat muatan politik. “Saya siap menghadapi para penuduh saya di pengadilan yang adil, di mana bukti bisa diuji dan dipertimbangkan,” kata Hasina setelah putusan tersebut diumumkan.
Hasina dikenal sebagai sosok berpengaruh di Bangladesh selama lebih dari lima dekade.

Namanya mulai mencuat setelah ayahnya, Sheikh Mujibur Rahman, tokoh kemerdekaan Bangladesh, dibunuh bersama sebagian besar keluarganya. Pembunuhan itu terjadi saat dalam kudeta militer tahun 1975. Hasina awalnya dipandang sebagai pendukung kuat demokrasi. Tapi selama menjabat lama sebagai perdana menteri, ia kerap dikritik karena menangkap lawan politik, membatasi kebebasan berpendapat, dan membungkam kritik.
Bersatu dengan Oposisi demi Keadilan.

Walau kerap menuai kritik soal cara memimpinnya, Hasina tetap dipuji karena berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi dan industri garmen di Bangladesh. Bangladesh adalah negara dengan 170 juta penduduk yang mayoritas Muslim.
Ia juga mendapat pengakuan internasional berkat langkahnya memberi perlindungan kepada ratusan ribu pengungsi Rohingya dari Myanmar. Namun, tak sampai tujuh bulan setelah terpilih untuk masa jabatan kelima, Hasina akhirnya digulingkan.
Di awal Juli 2024, demo yang awalnya dipicu persoalan kuota kerja berubah menjadi gelombang protes besar yang menuntut Hasina mundur dari jabatannya. Sebuah laporan PBB pada Februari 2025 menyebutkan bahwa hingga 1.400 orang kemungkinan tewas dalam aksi tersebut. Dan sebagian besar karena ditembak aparat keamanan. Laporan itu juga menegaskan ada indikasi kuat bahwa kekerasan terhadap demonstran dilakukan sebagai bagian dari kebijakan resmi pemerintah.


