Kesehatan Mental Pekerja Sering Dilupakan Perusahaan Startup!

GeNews.co.id – Perkembangan startup di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Banyak profesional muda tertarik bergabung karena lingkungan kerja yang fleksibel, inovatif, dan terbuka terhadap ide-ide baru. Namun, dibalik semangat membangun bisnis dan mengejar pertumbuhan cepat. Ada persoalan mendasar yang sering kali tidak mendapat perhatian serius yaitu kesehatan mental para pekerja.

Dalam kultur kerja yang menekankan kecepatan dan hasil, tekanan emosional bisa sangat tinggi. Banyak pekerja mengalami stres, kelelahan, bahkan gejala burnout akibat tuntutan yang terus menerus, tetapi tidak diimbangi dengan sistem dukungan yang memadai. Hal ini menjadikan kesehatan mental bukan lagi isu personal, melainkan tantangan kolektif yang perlu diatasi bersama dalam dunia kerja startup.

Masalah Umum yang Dihadapi di Lingkungan Perusahaan Startup

Salah satu tantangan utama di perusahaan startup adalah jam kerja yang tidak menentu. Meskipun konsep fleksibilitas waktu kerja terdengar ideal, pada kenyataannya banyak pekerja kesulitan menetapkan batasan antara waktu kerja dan waktu pribadi. Tidak jarang, pekerjaan berlangsung hingga larut malam atau bahkan masuk ke akhir pekan. Selain itu, startup sering kali menetapkan target ambisius dalam waktu singkat, sementara tim yang tersedia terbatas.

Akibatnya, tekanan untuk mencapai hasil tinggi dengan sumber daya minim menjadi beban mental yang berat bagi karyawan. Tak hanya itu, banyak perusahaan rintisan belum memiliki infrastruktur pendukung kesehatan mental di startup seperti layanan konseling atau kebijakan cuti khusus untuk kesehatan psikologis.

Ditambah lagi, budaya kerja keras yang di glorifikasi seperti bangga karena lembur terus-menerus justru memperburuk kondisi kesehatan mental karena membuat istirahat terlihat seperti kelemahan, bukan kebutuhan.

Dampak Buruk Jika Kesehatan Mental di Startup Diabaikan

Mengabaikan kesehatan mental di startup bukan hanya berdampak pada individu, tetapi juga membawa konsekuensi serius bagi keberlangsungan perusahaan. Karyawan yang mengalami stres berkepanjangan cenderung kehilangan semangat, mudah lelah, dan tidak mampu berpikir kreatif. Dalam jangka panjang, ini dapat menurunkan produktivitas secara keseluruhan dan meningkatkan angka absensi.

Tak jarang, tekanan yang tidak tertangani menyebabkan karyawan memilih untuk resign, yang kemudian menimbulkan masalah baru seperti tingginya tingkat turnover dan biaya rekrutmen tambahan. Selain itu, lingkungan kerja yang penuh tekanan bisa memicu konflik antar rekan kerja, menurunkan moral tim, dan pada akhirnya menciptakan atmosfer kerja yang tidak sehat. Semua ini berdampak langsung pada performa dan reputasi perusahaan itu sendiri.

Langkah Nyata untuk Mendukung Kesehatan Mental di Startup

Untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat secara mental, ada beberapa langkah konkret yang bisa diambil oleh perusahaan startup. Pertama, penting untuk membangun budaya kerja yang seimbang antara profesionalisme dan kehidupan pribadi. Pemimpin perusahaan harus menjadi contoh dalam hal ini dengan tidak mengirimkan pesan kerja di luar jam operasional dan memberi ruang bagi karyawan untuk benar-benar beristirahat.

Kedua, perusahaan perlu menyediakan fasilitas pendukung seperti akses ke konselor atau layanan psikologi daring. Kolaborasi dengan platform seperti Riliv atau Mindtera bisa menjadi solusi yang terjangkau dan efektif. Selain itu, mengadakan pelatihan rutin tentang manajemen stres, pengelolaan emosi, dan keterampilan hidup lainnya juga bisa membantu meningkatkan daya tahan mental karyawan.

Terakhir, peran tim HR perlu diperkuat bukan hanya sebagai pengelola administrasi, tetapi sebagai mitra strategis dalam menjaga kesejahteraan psikologis seluruh tim. Survei rutin, forum diskusi, dan pendekatan berbasis empati adalah langkah awal yang sangat berarti.

Saatnya Bertindak

Kini saat yang tepat bagi para pendiri, manajer, dan tim HR di perusahaan rintisan untuk mengambil langkah nyata. Mulailah dengan mendengarkan suara tim, memahami tantangan mereka, dan menciptakan ruang kerja yang aman secara emosional. Tidak perlu menunggu menjadi perusahaan besar untuk peduli pada kesehatan mental. Justru dengan langkah-langkah kecil dan konsisten, perusahaan bisa tumbuh bersama dengan tim yang sehat secara mental dan emosional. Karena pada akhirnya, bisnis yang hebat dibangun oleh orang-orang yang merasa dihargai, didukung, dan diperhatikan bukan hanya sebagai pekerja, tapi sebagai manusia seutuhnya.

Anda Mungkin Telah Melewatkannya